ASMA BINTI ABU BAKAR (Part 1)
Pemilik dua ikat pinggang
Dia adalah ummu “abdillah dari
suku quraisy at-tamimiyyah, putri dari seorang laki-laki yang pertama kali
masuk islam setelah rasulullah saw, guru besar islam yaitu abu bakar as-shiddiq
ra. Ibunya adalah qutailah binti ‘abdul ‘uzza al-‘amiriyyah. Asma’ adalah
ibunda seorang shahabat dan pahlawan islam, Abdullah bin zubaiar, usianya lebih
tua 10 tahun daripada adiknya, Ummul Mukminin ‘Aisyah Ra. Ia adalah seorang
muhajirah yang terakhir wafat.
Asma’ adalah orang ke-18 yang
memeluk islam. Dia telah berbai’at kepada nabi saw dan mengimaninya dengan
keimanan yang teguh. Di antara bukti keteguhan imannya adalah ketika ibunya,
qutailah yang telah diceraikan abu bakar pada masa jahiliyyah datang untuk
menjenguknya, asma’ tidak mau mengizinkan ibunya untuk masuk dan tidak bersedia
menerima hadiah darinya sebelum ia menanyakan hal tersebut terlebih dahulu
kepada rasulullah. Dalam shahih bukhari dan shahih muslim disebutkan sebuah
riwayat dari asma’ binti abu bakar ra, bahwa dia berkata: “ ibuku pernah
mendatangiku pada masa rasulullah saw, sedang ibuku adalah seorang yang musrik.
Aku pun pergi menanyakan hal itu kepada rasulullah saw. Sesampainya disananaku
bertanya: ‘ibuku telah datang kepada ku dengan penuh antusias kepadaku. Apakah
aku harus menyambung silahturahim dengannya?’ beliau menjawab: ‘ya, sambunglah
silahturahim dengan ibumu!’”
Asma’ dijuluki dzaatun nithooqoin
( sang pemilik dua ikat pinggang), karena ia telah membelah ikat pinggangnya
menjadi dua bagian untuk memudahkan membawa dan menyembunyikan makanan dan
minuman yang akan diantarkannya kepada Rasulullah saw bersama abu bakar ke gua
hira pada hari hijrahnya. Ketika rasulullah saw mengetahui apa yang dilakukan
asma’ terhadap ikat pinggangnya, beliau memberinya gelar dzaatun nithooqoin.
Saar rasulullah saw bersama abu
bakar hendak berangkat hijrah dari mekkah ke madinah, abu bakar membawa semua
hartanya sejumlah kurang lebih 5000 atau 6000 dirham. Abu quhafah, kakek asma’,
yang saat itu telah buta kedua matanya, datang kepada asma’, lalu berkata: “
sesungguhnya abu bakar telah menyusahkan kalian dengan kepergiannya dan tidak
menyisakan hartanya untuk kalian.” Sebagai gadis suci dan pemberani, asma’
langsung menjawab: “ tidak, ia telah meninggalkan untuk kami harta yang
banyak.” asma’ pun mengambil beberapa kerikil dan memasukkanya ke tempat
penyimpanan uang, lalu ditutupinya dengan kain, kemudian dituntunnya tangan
kakeknya pada kain tersebut seraya berkata: “inilah harta yang ditinggalkannya
untuk kami.” Kakeknyaberkata: “baguslah jika dia meninggalkannya untuk kalian.”
Tindakan tersebut dilakukan asma’ semata-mata untuk menenangkan dan
menghilangkan kekhawati kakeknya yang sudah tua karena ditinggalkan abu bakar.
Asma pernah merasakan penyiksaan
dari musuh Allah, abu jahal, yang datang kepadanya untuk merayu agar bersedia
menunjukkan persembunyian ayahnya. Walaupun asma’ saat itu masih belia, ia
sudah dapat memahami bahwa kata-kata yang keluar dari mulutnya bisa
membahayakan keselamatan rosulullah saw dan ayahnya, maka dia memilih tutup
mulut. Kalimat yang keluar dari mulutnya tidak lebih dari jawaban: “ Aku tidak
tahu.” Hal ini membuat Abu jahal marah, lalu menempelengnya dengan keras hingga
anting-antingnya terlempar dari telinganya. Akhirnya, abu jahal meninggalkan
dengan muka merah padam karena marah atas sikap keras kepala asma’.
Demikianlah tindakan para
pengecut pada setiap zama. Ketika mereka tidak mampu melumpuhkan kaum
laki-laki, mereka melampiaskan kekejiannya pada kaum wanita dan anak-anak.
Tidak lama berada di mekkah,
asma’ pun berhijrah ke madinah menyusul kaum muslim yang sudah lebih dahulu
berangkat. Di madinah asma’ melahirkan anaknya, ‘abdullah, yang merupakan anak
pertama yang lahir dalam islam (setelah hijrahnya kaum muslim ke madinah).
Asma adalah sosok wanita teladan
yang baik dalam hal kesabaran menghadapi kesulitan hidup, kekurangan pangan,
taat pada suami, dan selalu berusaha mencari keridhaannya.
Dalam hadist shahih disebutkan
bahwa asma’ binti abu bakar berkata: “aku dinikahi zubair, sedang ia tidak
mempunyai apa-apa selain seekor kudanya. Akulah yang merawat kuda itu,
memberinya makan, dan menumbuk kurma untuk dijadikan makanan baginya. Akulah
yang biasa mengambil air dan membuat roti. Aku juga biasa mengangkut kurma
diatas kepalaku dari kebun zubair yang diberi rasulullah saw, yang jaraknya 2/3
farsakh ( 1 farsakh kurang lebih 8 km). Pada suatu hari, saat aku sedang
membawa kurma diatas kepala, aku bertemu rasullah saw bersama beberapa sahabat
beliau. Beliau memanggilku dan bermaksud memboncengkanku dibelakang beliau.
Akan tetapi, aku malu berjalan bersama laki-laki dan aku teringat dengan zubair
yang pencemburu. Akhirnya, beliau pun berlalu. Setibanya di rumah kuceritakan
semua kejadian itu kepada zubair, lalu zubair berkata: “demi Allah,
sesungguhnya kepayahanmu mengangkut biji-biji kurma itu lebih kucemburui
daripada engkau naik kendaraan bersama beliau.” Asma’ berkata: “ semua
kepayahanku itu baru berakhir sesudah abu bakar mengirimkan seorang pelayan
kepadaku hingga aku tidak lagi mengurusi kuda, sehingga seakan-akan beliau
memerdekakanku.”