Download

Minggu, 16 Januari 2011

Peran Guru dalam Membangun LIFE SKILL di Sekolah

Kurikulum berbasis Kompetensi ( KBK ); dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi kurikulum. Kemunculan KBK seiring dengan munculnya semangat reformasi pendidikan, diawalai dengan munculnya kebijakan pemerintah di antaranya lahirnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah; Undang-undang No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintahan dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom; serta lahirnya Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang Arah Kebijakan Pendidikan di Masa Depan. Di samping itu, rendahnya kualitas pendidikan merupakan faktor pendorong lain perlunya perubahan kurikulum dalam konteks reformasi pendidikan.

Pengertian kurikulum sebagai pengalaman belajar mengandung makna bahwa kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar sekolah asal kegiatan tersebut berada di bawah tanggung jawab guru ( sekolah ). Yang dimaksud dengan kegiatan itu tidak terbatas pada kegiatan intra muapun ekstra kurikuler. Apa pun yang dilakukan siswa asal saja ada di bawah tanggung jawab dan bimbingan guru, itu adalah kurikulum.
Pendidikan kita selama ini berjalan dengan verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran. Pengamatan terhadap praktek pendidikan sehari-hari menunjukkan bahwa pendidikan difokuskan agar siswa menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi dari seberapa jauh penguasaan itu dicapai oleh siswa. Seakan-akan pendidikan bertujuan untuk menguasai matapelajaran. Bagaimana keterkaitan materi ajar dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan problema kehidupan, kurang mendapat perhatian. Pendidikan seakan terlepas dari kehidupan keseharian, seakan-akan pendidikan untuk pendidikan atau pendidikan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu siswa tidak mengetahui manfaat apa yang dipelajari dan sampai lulus seringkali tidak tahu bagaimana menggunakan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari yang dihadapi.
Bertolak dari masalah tersebut, kiranya perlu dilakukan langkah-langkah agar pendidikan dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup, yaitu kemampuan dan keberanian menghadapi problema kehidupan, kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya. Pendidikan yang dapat mensinergikan berbagai mata pelajaran/mata diklat/mata-kuliah menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang, di manapun ia berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya. Dengan bekal kecakapan hidup yang baik, diharapkan para lulusan akan mampu memecahkan problema kehidupan yang dihadapi, termasuk mencari atau menciptakan pekerjaan bagi mereka yang tidak melanjutkan pendidikannya.
Untuk mewujudkan hal ini, perlu diterapkan prinsip pendidikan berbasis luas yang tidak hanya berorientasi pada bidang akademik atau vokasional semata, tetapi juga memberikan bekal learning how to learn sekaligus learning how to unlearn, tidak hanya belajar teori, tetapi juga mempraktekkannya untuk memecahkan problema kehidupan sehari-hari (Bently, 2000). Pendidikan yang mengitegrasikan empat pilar pendidikan yang diajukan oleh UNESCO, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, and learing to live together.
Kurikulum berbasis kompetensi adalah acuan untuk menyelenggarakan pendidikan pada tiap jenjang pendidikan. Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, mencakup komponen pengetahuan, keterampilan, kecakapan, kemandirian, kreatifitas, kesehatan, akhlak, ketakwaan, dan kewarganegaraan. Sedangkan implikasi penerapan pendidikan berbasis kompetensi adalah perlunya pengembangan silabus dan sistem penilaian yang menjadikan peserta didik mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan mengintegrasikan life skill (Depdiknas, 2003, Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004).
Life skill yang dimaksud meliputi general skills dan specific skill. General skill terdiri dari self awareness (kesadaran diri); thinking skill (keterampilan berfikir); dan social skills (keterampilan sosial). Sedangkan spesific skills terdiri dari academic skills (keterampilan akademik) dan vocational skill (keterampilan kejuruan atau keterampilan tugas tertentu). Tekanan jenis-jenis life skill ini berbeda pada jenjang yang berbeda. Untuk SD dan SMP life skill yang dikembangkan lebih menekankan pada general skill sedangkan pada SMA tekanannya pada academic skills (Depdiknas, 2003, Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian kurikulum 2004). Life skills atau kecakapan hidup ini harus dimunculkan dalam setiap kegiatan di sekolah baik dalam kegiata Adapun tujuan dari pengembangan kecakapan hidup siswa ini adalah sebagai berikut:
1.mengaktualisasi potensi anak sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi
2.memberikan wawasan yang luas dalam mengembangkan karier
3.memberikan bekal dengan latihan dasar tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
4.memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas
5.mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat
Secara umum manfaat pendidikan berorientasi pada kecakapan hidup bagi peserta didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga negara. Jika hal itu dapat dicapai, maka faktor ketergantungan terhadap lapangan pekerjaan yang sudah ada dapat diturunkan, yang berarti produktivitas nasional akan meningkat secara bertahap.

Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi dua jenis utama, yaitu:
1.Kecakapan hidup yang bersifat generik (generic life skill/GLS); yang mencakup kecakapan personal (personal skill/PS) dan kecakapan sosial (social skill/SS). Kecakapan personal mencakup kecakapan akan kesadaran diri atau memahami diri (self awareness) dan kecakapan berpikir (thinking skill); sedangkan kecakapan sosial mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill).
2.Kecakapan hidup spesifik (specific life skill/SLS); yaitu kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu, yang mencakup kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan pemikiran, sehingga mencakup kecakapan mengidentifikasi variabel dan hubungan antara satu dengan lainnya (identifying variables and describing relationship among them) , kecakapan merumuskan hipotesis (constructing hypotheses) , dan kecakapan merancang dan melaksanakan penelitian ( designing and implementing a research) . Kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan vokasional mencakup kecakapan vokasional dasar (basic vocational )

Mengembangkan Soft Skills Siswa

Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan keterampilan teknis (hard skills), tetapi oleh keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skills). Pendidikan soft skills bertumpu pada pembinaan mentalitas agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan realitas kehidupan. Hasil penelitian mengungkapkan, kesuksesan seseorang hanya ditentukan sekitar 20 persen dengan hard skill dan sisanya 80 persen dengan soft skills.

Proses pendidikan merupakan perubahan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) dan sikap (afektif) seseorang, maka pendidikan seharusnya menghasilkan output dengan kemampuan yang proporsional antara hard skills dan soft skills. Selain karena kurikulum yang memiliki muatan soft skills yang rendah dibanding muatan hard skills, ketidakseimbangan antara soft skills dengan hard skills juga dapat disebabkan oleh proses pembelajaran yang menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan maupun nilai hasil ujian. Banyak guru yang memiliki persepsi bahwa peserta didik yang memiliki kompetensi yang baik adalah memiliki nilai hasil ulangan/ujian yang tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses pembelajaran yang konvensional (teacher centered), baik dalam penyampaian demikian juga pada proses penilaianya. Saat ini sudah saatnya guru lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan proses belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student centered learning).

Setiap orang termasuk peserta didik sudah memiliki soft kills walaupun berbeda-beda. Soft skills ini dapat dikembangkan menjadi lebih baik atau bernilai (diterapkan dalam kehidupan sehari-hari) melalui proses pembelajaran. Pendidikan soft skills tidak seharusnya melalui satu mata pelajaran khusus, melainkan dintegrasikan melalui mata pelajaran yang sudah ada atau dengan menggunakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Salah satunya adalah pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning).

Pembelajaran kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Selain itu, mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan komponen utama pembelajaran. Yaitu, konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian yang sebenarnya. Sebuah Kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual apabila menerapakan ketujuh komponen tersebut dalam proses pembelajaran.
Dari ketujuh komponen tersebut, pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada dunia kehidupan nyata, berpikir tingkat tinggi, aktivitas siswa, aplikatif, berbasis masalah nyata, penilaian komprehensif, dan pembentukan manusia yang memiliki akal sehat. CTL dilaksanakan melalui beberapa pendekatan pengajaran, antara lain:
1.Belajar berbasis masalah
2.Pengajaran autentik
3.Pengajaran berbasis Inquiri
4.Belajar berbasis proyek/tugas terstruktur
5.Belajar berbasis kerja
6.Belajar berbasis layanan
7.Belajar kooperatif

Pendekatan pengajaran dapat di implementasikan melalui strategi pembelajaran kontekstual yang meliputi:
1.Menekankan pentingnya pemecahan masalah/problem
2.Perlunya proses pembelajaran dilakukan dalam berbagi konteks seperti rumah, masyarakat dan tempat kerja
3.Mengontrol dan mengarahkan pembelajaran, agar siswa dapat belajar mandiri
4.Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda
5.Mendorong siswa belajar dari sesama teman dan belajar bersama, 6. Menggunakan penilaian autentik

Melalui pendekatan dan strategi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat mengembangkan soft skills siswa. Soft skills yang akan muncul dalam diri siswa sebagi akibat dari implementasi pembelajaran kontekstual meliputi:
1.Berpikir kritis
2.Kemauan belajar
3.Motivasi
4.Berkomunikasi
5.Kreatif
6.Memecahkan masalah
7.Bekerja sama,
8.Mandiri
9.Berargumentasi logis
10.Memimpin
11.Mengembangkan diri