Download

Kamis, 06 Mei 2010

Hakikat Pembelajaran Behavioristik dan Pembelajaran Konstruktivistik

a. Hakikat Pembelajaran Behavioristik
Thornike, salah seorang penganut paham behavioristik, menyatakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang sisebut stimulus (S) dengan respon ® yang diberikan atas stimulus tersebut. Pernyataan Thorndike ini didasarkan pada hasil eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbeagai situasi yang diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat terbentuk bergantung pada kekuatan keneksi atau ikatan-ikatan antara situasi dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut Hudojo (1990:14) teori Thondike ini disebut teori asosiasi.
Selanjutnya, Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick, 1981:13) mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hokum-hukum berikut: (1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon serting terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hokum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan – yang telah terbentuk akibat tejadinya asosiasi antara stimulus dan respon – dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat; (2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.
Penganut paham psikologi behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat hamper senada dengan hokum akibat dari Thorndike. Ia mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus – respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan penguatan negative adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung menguatkan tingkah laku (Bell, 1981:151).
b. Hakikat pembelajaran Konstruktivisme
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

Sabtu, 24 April 2010

Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar

Dalam praktek, pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan.
Pada tes tertulis, soal-soal tes dituangkan dalam bentuk tertulis dan jawaban tes yang tertulis. Pada tes lisan, soal-soal tes diajukan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Namun demikian dapat juga soal-soal tes diajukan secara lisan dan dalam waktu yang ditentukan, jawaban harus dibuat secara tertulis. Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian perintah atau tugas yang harus dilaksanakan oleh testee, dan cara penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai setelah testee melaksanakan tugas tersebut.

1.Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis.
Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam melaksanakan tes tertulis, yaitu:
a.Agar dalam mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian.
b.Ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakkan, tempat duduk diatur dengan jarak tertentu.
c.Ruang tes sebaiknya memiliki sistem pencahayaan dan pertukaran udara yang baik. Tetapi ruang tes yang terlalu kurang terang atau terlalu menyilaukan mata, disamping dapat menimbulkan udara panas juga dapat menyebabkan testee cepat menjadi letih.
d.Didalam ruangan tes hendaknya sudah disiapkan alat berupa alat tulis atau meja tulis dan kursi.
e.Agar testee dapat memulai mengerjaka soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes diletakkan secara terbalik.
f.Dalam mengawasi jalannya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar. Artinya jangan terlalu banyak bergerak, terlalu sering berjalan-jalan dalam ruangan tes sehingga konsentrasi testee. Demikian pun sebaliknya.
g.Sebelum berlangsungnya tes, hendaknya sudah ditentukan lebih dahulu sanksi yang dapat dikenakan kepada testee yang berbuat curang.
h.Sebagai bukti mengikuti tes, harus disiapkan daftar hadir yang harus ditanda tangani oleh seluruh peserta tes.
i.Jika waktu yang ditentukan telah habis, hendaknya testee diminta untuk menghentikan pekerjaannya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes. Pengawas tes hendaknya segera mengumpulkan lembar-lembar pekerjaan (jawaban) tes seraya meneliti jumlah lembar jawaban tes.
j.Untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan di kemudian hari, pada berita acara pelaksanaan tes harus dituliskan secara lengkap, berapa orang testee yang hadir dan tidak hadir, dengan menuliskan identitasnya.
2.Teknik Pelaksanaan Tes Lisan
Beberapa petunjuk praktis berikut ini kiranya akan dapat dipergunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan tes lisan:
a.Sebelum tes lisan dilaksanakan, harusnya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut.
b.Setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
c.Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani tes lisan. Skor atau nilai tes lisan harus sudah dapat ditentukan di saat masing-masing testee selesai di tes.
d.Tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.
e.Dalam rangka menegakkan prinsip obyektifitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali “memancing-mancing” dengan kata-kata, kalimat-kalimat, atau kode-kode tertentu yang sifatnya menolong testee.
f.Tes lisan harus berlangsung secara wajar. Pernyataan tersebut mengandung bahwa tes lisan itu jangan sampai menimbulkan rasa takut, gugup, atau panik di kalangan testee. Karena itu, dalam mengajukan pertanyaan kepada testee, tester harus menggunakan kata-kata yang halus bersifat sabar dan tidak emosional.
g.Sebaiknya tester mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang pasti, berapa lama atau berapa waktu yang disediakan bagi peserta tes dalam menjawab soal-soal pada tes lisan tersebut.
h.Pertanyaan yang diajukan hendaknya dibuat bervariasi, dalam arti bahwa sekalipun inti persoalan yang ditanyakan itu sama.
i.Sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu). Hal ini dimaksudkan agar tidak mempengaruhi mental testee yang lain.

3.Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan
Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat keterampilan (psikomotaorik), di mana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas tersebut.
Karena tes ini bertujuan ingin mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes perbuatan ini dilaksanakan secara individual. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing individu yang dites akan dapat diamati dan di nilai secara pasti, sejauh mana kemampuan atau keterampilannya dalam melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada masing-masing individu tersebut.
Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tester, diantaranya:
a.Tester harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang telah ditentukan.
b.Agar dapat dicapai kadar obyektifitas setinggi mungkin, hendaknya tester jangan berbicara atau berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas tersebut.
c.Dalam mengamati testee yang sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instrumen berupa lembaran penilaian yang didalamnya telah ditentukan hal-hal apa sajakah yang harus diamati dan diberikan penilaian.

Penataan Ruang Kelas dalam Pengelolaan Kelas

Agar tercipta suasana belajar yang menggairahkan, perlu diperhatikan pengaturan, penataan ruang kelas/belajar. Dalam pengaturan perlu diperhatikan hal-hal berikut:

•Ukuran dan bentuk kelas
•Bentuk serta ukuran bangku dan meja siswa.
•Jumlah siswa dalam kelas
•Jumlah siswa dalam setiap kelompok
•Jumlah kelompok dalam kelas
•Komposisi dalam kelompok
Dalam hal ini kami akan menguraikan pada pembahasan mengenai pengaturan kondisi ruangan kelas, pengaturan tempat duduk, dan pengaturan alat-alat pengajaran.
1.Pengaturan Kondisi Ruangan Kelas
Kegiatan belajar mengajar mencakup segala jenis kegiatan yang dengan sengaja dilakukan dan secara langsung ataupun tidak, dimaksudkan untuk mencapai tujuan –tujuan pengajaran yang telah digariskan.Dengan demikian agar dapat tercipta suasana belajar yang diinginkan, ada beberapa faktor – faktor yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan kelas.
a.Ventilasi dan Tata Cahaya
Kondisi –kondisi yang perlu diperhatikan didalam ruang kelas:
Ada ventilasi yang sesuai dengan ruangan kelas
Sebaiknya tidak merokok
Pengaturan cahaya perlu diperhatikan
Cahaya yang masuk harus cukup
Masuknya dari arah kiri, jangan berlawanan dengan bagian depan
b.Pemeliharaan Kebersihan dan Penataan Keindahan Ruang Kelas
Pemeliharaan Kebersihan
-Siswa bergiliran untuk membersihkan kelas
-Guru memeriksa kebersihan dan ketertiban dikelas
Penataan Keindahan
-memasang hiasan dinding yang mempunyai nilai edukatif
-mengatur tempat duduk siswa, lemari, rak buku, dan semacamnya secara rapi
-merapikan meja guru dengan memakai taplak meja, vas bunga, dan sebagainya

2.Pengaturan Tempat Duduk
Dalam belajar siswa memerlukaan tempat duduk. Tempat duduk mempengaruhi siswa dalam belajar. Tempat duduk jangan sampai mengganggu karena kurang aman ataupun tidak nyaman dipakai. Bayangkan saja siswa duduk berjam-jam di tempat duduk dengan tidak cukup aman dan tidak enak pula, meraka bukannya berpikir terhadap pelajaran melainkan terus menerus merasakan "siksaan" sebagai akibat dari tempat duduk yang tidak nyaman.
Pada prinsipnya kriteria tempat duduk yang memadai adalah tempat duduk yang bisa menunjang kegiatan belajar mengajar, yaitu aman dan nyaman untuk dipergunakan. diantara aspek yang perlu diperhatikan mengenai tempat duduk diantaranya :
a.Segi Keamanan
Guru atau murid yang menempati tempat duduk tersebut benar-benar merasa aman sehingga tak perlu khawatir akan jatuh atau celaka. Dengan demikian mereka dapat berkonsentrasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung.
b.Segi Kenyamanan
Kenyamanan di sini bukan berarti tempat duduk itu harus empuk (tetapi kalau mampu demikian tidak masalah), melainkan tempat duduk tersebut cukup enak digunakan. Kenyamanan ini dapat dilihat dari kondisi tempat duduk yakni tempat alas yang diduduki harus datar jangan sampai miring, mempunyai sandaran, tidak terlalu kedepan atau kebelakang. Perbedaan tinggi antara tempat duduk dengan tempat menulis harus memadai. kemudian kondisi meja permukaannya harus datar (horizontal).
c.Segi Ukuran
Agar merasa aman dan nyaman, sebaiknya sebagai memperhatikan kondisi tempat duduk yang memenuhi hal-hal berikut :
1)Tempat duduk guru lebih tinggi dari tempat duduk siswa, agar guru mudah mengawasi setiap kegiatan siswa.
2)Meja dan kursi untuk siswa sebaiknya,
•Terpisah, agar memudahkan pengaturan untuk kegiatan lainnya.
•Bentuknya sederhana, kokoh, dan bahannya kuat.
•Ukuran daun meja adalah 100cm x 50cm (standar)
•Tinggi meja kurang lebih setinggi pinggul siswa.
•Tinggi kursi kurang lebih setinggi lutut siswa.
3.Pengaturan Alat-Alat Pengajaran
Diantara alat –alat pengajaran dikelas yang harus diatur adalah sebagai berikut :
a.Perpustakaan Kelas
b.Alat – alat peraga media pengajan
c.Papan tulis ,kapur tulis, dl
d.Papan resensi siswal

Minggu, 14 Maret 2010

Masalah Dalam Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas bukanlah hal yang mudah dan ringan. Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetisi guru yang sangat penting dikuasai oleh guru dalam rangka keberhasilan proses belajar mengajar. Sungguhpun begitu, ternyata keinginan agar tugas mengelola kelas bukan menjadi beban yang berat adalah suatu harapan yang tidak akan pernah menjadi kenyataan. Apalagi bila kelas yang akan dikelola itu dengan jumlah siswa yang besar. Di dalamnya terkumpul berbagai karakteristik siswa yang bervariasi. Suatu kevariasian yang melahirkan perilaku yang bermacam-macam pula. Itu berarti bermacam-macam pula masalah yang akan ditimbulkannya.
Keanekaragaman masalah perilaku siswa itu menimbulkan beberapa masalah pengelolaan kelas. Menurut Made Pidarta masalah-masalah pengelolaan kelas yang berhubungan dengan perilaku siswa adalah :
1.Kurang kesatuan, dengan adanya kelompok-kelompok, dan pertentangan jenis kelamin.
2.Tidak ada standar perilaku dalam bekerja kelompok, misalnya rebut, bercakap-cakap, pergi ke sana ke mari, dan sebagainya.
3.Reaksi negatif terhadap anggota kelompok misalnya ribut, kerusuhan, mengucilkan, merendahkan,kelompok bodoh dan sebagainya.
4.Kelas mentoleransi keliruan-keliruan temannya, yakni mereka menerima dan mendorong perilaku yang keliru.
5.Mudah mereaksi negatif/terganggu, misalnya bila didatangi monitor, tamu-tamu, iklim yang berubah, dan sebagainya.
6.Moral rendah, permusuhan, agresif, misalnya dalam lembaga dengan alat-alat belajar kurang, kekurangan uang, dan sebagainya.
7.Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah, seperti tugas-tugas tambahan, anggota kelas yang baru, situasi yang baru dan sebagainya.

Variasi perilaku menurut Made Pidarta bukan tanpa sebab. Karena faktor-faktor penyebablah timbulnya variasi perilaku. Diantara faktor-faktor tersebut yaitu :
a.Karena pengelompokkan (pandai, sedang, bodoh). Kelompok bodoh akan menjadi sumber negatif, penolakkan atau apatis.
b.Dari karakteristik individual, seperti kemampuan kurang, membuat tidak puas atau dari latar belakang ekonomi rendah yang menghalangi kemampuannya.
c.Kelompok pandai akan merasa terhalang oleh teman-temannya yang tidak mampu seperti dia. Kelompok ini sering menolak standar yang diberikan oleh guru.
d.Dalam latihan diharapkan semua siswa tenang dan bekerja sepanjangg jam pelajaran, kalau ada interupsi atau interaksi mungkin mereka merasa tegang atau cemas.
e.Dari organisasi kurikulum tentang team teaching, misalnya anak didik pergi dari satu guru ke guru yang lain dan dari satu kelompok ke kelompok yang lain.

Doyle memandang variabel masalah pengelolaan kelas dari sudut lain. Pendapatnya terungkap dari lima kategori masalah, yaitu :
1)Berdimensi Banyak (Multidimensionality)
Di kelas guru dituntut untuk melaksanakan berbagai tugas yang meliputi tugas-tugas akademik (edukatif) serta tugas penunjangnya, yaitu tugas administratif.
2)Serentak (Simultneity)
Berbagai hal yang dapat terjadi pada waktu yang sama di kelas. Pekerjaan yang satu harus dikerjakan, tetapi pekerjaan yang lain tidak dapat ditunda. Keduanya harus dikerjakan dalam waktu yang hampir bersamaan, dikerjakan serentak. Misalnya, salama dilaksanakan diskusi, guru tidak hanay harus mendengarkan dan membantu mengarahkan pikiran siswa, tetapi juga harus memantau siswa yang kurang aktif dan efektif melibatkan diri dalam diskusi, dan mencari strategi agar diskusi dapat berjalan dengan baik.
3)Segera (Immediacy)

Proses pengajaran yang terjadi di kelas dapat dikatakan cukup cepat. Selama satu hari belajar, siswa disajikan beberapa mata pelajaran dengan waktu yang telah ditentukan. Dengan waktu yang dijadwalkan tersebut guru harus membaginya sedemikian rupa hingga cukup efektif menghasilkan sesuatu yang dikuasai oleh siswa. Interaksi antara guru dengan siswa terjadi timbal balik begitu cepat, sehingga menuntut guru agar dapat segera bertindak melalui proses berpikir, memutuskan dan melaksanakan tindakan.
4)Iklim kelas yang tidak dapat diramalkan terlebih dahulu
Doyle mengatakan bahwa iklim yang terjadi di kelas bukan semata-mata merupakan hasil upaya guru. Banyak faktor telah mempengaruhi terjadinya iklim di kelas, dan beberpa diantaranya datang dengan tiba-tiba. Misalnya, ketika semua siswa sedang asyiknya menerima mata pelajaran dari guru, dengan tiba-tiba seekor cecak jatuh tepat di tubuh salah seorang siswi. Karena jatuhnya tepat dipunggungnya, maka secara refleks dia terkejut dan langsung berteriak. Akibatnya suasana kelas menjadi gaduh. Dari kasus tersebut, kelas yang tadinya tenang menjadi gaduh. Siswa pun tidak tenang menerima pelajaran dari guru.
5)Sejarah
Peristiwa yang terjadi di kelas akan mempunyai dampak yang dirasakan dalam waktu yang jauh sesudahnya. Peristiwa yang terjadi pada awal-awal sekolah akan banyak berpengaruh pada pengelolaan kelas pada tingkat-tingkat berikutnya. Dari pengamatan terhadap kelas-kelas diperoleh gambaran, ada kelas-kelas yang begitu mudah dikelola, tetapi sebaliknya ada yang sangat sulit. Ternyata kelas yang mudah dikelola merupakan kelanjutan dari kelas awal yang ditangani dengan baik.
Masalah dalam pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi masalah yang bersumber dari siswa dan dari tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Masalah yang bersumber dari siswa dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Sebuah masalah individual dapat berkembang dan menampakkan diri sebagai masalah kelompok, atau sebaliknya masalah kelompok terselubung sehingga menampakkan diri sebagai masalah individual

Bentuk-bentuk pelanggaran disiplin yang bersifat individual (masalah siswa) adalah sebagai berikut :
a)Tingkah Laku Untuk Menarik Perhatian Orang Lain.
Siswa yang mempunyai perasaan ingin diperhatikan, berusaha mencari kesempatan pada waktu yang tepat untuk melakukan perbuatan yang dikiranya dapat menarik perhatian orang lain. Apabila tidak mendapat perhatian orang lain (temannya), maka ia mencari cara lain yang lebih brutal.
b)Tingkah Laku Untuk Menguasai Orang Lain.
Tingkah laku yang ditunjukkan oleh siswa untuk menguasai orang lain ada yang bersifat aktif dan ada pula yang bersifat pasif. Perilaku yang bersifat aktif misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali emosional (marah-marah, menangis). Sedangkan yang bersifat pasif umpamanya selalu lupa pada peraturan-peraturan kelas yang sudah disepakati sebelumnya.
c)Perilaku Untuk Menbalas Dendam.
Siswa yang berperilaku seperti ini biasanya siswa yang merasa lebih kuat, dan yang menjadi sasarannya adalah orang yang lebih lemah.perbuatan yang biasa dilakukan diantaranya mengatai, mengancam, mencubit, memukul, menendang, dan sebagainya.
d)Peragaan Ketidakmampuan
Siswa yang termasuk kedalam kategori ini biasanya sangat apatis (masa bodoh) terhadap pekerjaan apa pun, misalnya menolak mentah-mentah untuk melakukan suatu pekerjaan, karena ia yakin akan menemui kegagalan. Kalaupun mau mengerjakan, tetapi ia melakukan tidak dengan sepenuh hati. Bahkan ada kecenderungan berusaha menyontek hasil pekerjaan temannya.

Sedangkan bentuk-bentuk pelanggaran disiplin yang bersifat kelompok adalah sebagai berikut :
a)Kelas Kurang Kohesif (Akrab)
Hubungan antarsiswa kurang harmonis sehingga muncul beberapa kelompok yang tidak bersahabat. Persaingan yang tidak sehat di antara kelompok menimbulkan keonaran-keonaran yang menyebabkan proses pengajaran mengalami hambatan. Bila suatu kelompok mempunyai kesempatan untuk tampil di depan kelas, kelompok lain yang menjadi saingannya berusaha untuk mengacaukan.
b)Kesebalan Terhadap Norma-Norma Yang Telah Disepakati Sebelumnya.
Tingkah laku yang secara sengaja dilakukan oleh siswa untuk melanggar norma-norma yang disepakati sebelumnya, apabila berhasil, maka siswa yang melakukannya merasa senang, tidak peduli orang lain merasa terganggu karena perbuatanya itu.
c)Kelas Mereaksi Negatif Terhadap Salah Seorang Anggota.
Kelas memperolok-olokkan temannya, sehingga kelas menjadi gaduh tidak karuan. Apabila orang yang diperolok-olokkan itu kuat mentalnya, hal tersebut tidak akan terlalu berakibat buruk. Akan tetapi, apabila yang diperolok-olokkannya itu siswa yang pemalu, maka hal terebut akan menjadi pukulan bagi dirinya, atau ia merasa kapok.
d)Menyokong Anggota Kelas Yang Justru Melanggar Norma Kelompok.
Kelas mendukung salah seorang anggota kelas yang membadut, seolah-olah dia dianggap pahlawan untuk mendobrak suatu norma atau tata aturan.
e)Semangat Kerja Rendah Atau Semacam Aksi Protes kepada guru karena dianggap tugas yang diberikannya kurang wajar. Apabila tugas yang diberikan kurang wajar, maka para siswa cenderung menunjukkan perilaku yang masa bodoh. Mereka tidak merasa takut lagi terhadap ancaman hukuman yang akan diberikan oleh guru. hal ini biasanya terjadi apabila guru memberikan tugas yang berat yang berada diluar kemampuannya, atau memberikan tugas dengan petunjuk yang tidak jelas.
f)Kelas Kurang Mampu Menyesuaikan Diri Dengan Situasi Yang Baru.
Jika siswa sudah terbiasa belajar dalam kondisi tertentu, maka apabila situasi tersebut dirubah, siswa sulit untuk menyesuaikan diri. Akibatnya motivasi dan kegairahan belajar berkurang, bahkan cenderung untuk menolak sama sekali. Misalnya perubahan jadwal pelajaran, perubahan guru, perubahan waktu dari pagi ke sore hari.

Strategi dan Prosedur Pengelolaan Kelas

Strategi dan prosedur pengelolaan kelas dapat dibagi dua jenis, yaitu pengelolaan kelas yang bersifat preventif dan pengelolaan kelas yang bersifat kuratif.
1.Pengelolaan Kelas Yang Bersifat Preventif.
Strategi ini berbentuk tindakan guru yang mengatur siswa dan lingkungan belajar dengan menyiapkan format belajar mengajar yang tepat sehingga menimbulkan kondisi yang menguntungkan bagi berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif. Tindakan yang bersifat preventif ditujukan untuk mengurangi dan menghindari masalah yang mungkin timbul yang sifatnya menghambat atau merusak kegiatan belajar mengajar.
Dalam rangka pembinaan pengelolaan kelas dapat ditempuh berbagai usaha diantaranya :
a.Meningkatkan Kesadaran Diri Guru.
Telah dijelaskan bahwa pengelolaan kels akan sangat dipengaruhi oleh sikap dan pribadi guru. Dalam kegiatan belajar mengajar guru mungkin bersikap otoriter, permisif, atau demokratis secara berganti-ganti. Dengan menyadari hal ini guru akan mencoba memperbaiki diri sehingga dapat memahami kehendak dari siswa yang merupakan reaksi terhadap sikap dan pribadi yang ditampilkan oleh guru. Kesadaran akan sikap diri sendiri di dalam perilaku sebagai seorang guru dalam memahami tingkah laku siswa merupakan salah satu usaha pencegahan dalam pengelolaan kelas.
b.Meningkatkan Kesadaran Siswa.
Siswa adalah seorang induvidu dalam satu masyarakat kecil yang berbentuk kelas. Mereka perlu mengetahui segala hak dan kewajibannya sebagai anggota kelas tersebut. Setiap siswa harus menjelaskan atau melaksanakan setiap kewajibannya dengan penuh rasa tanggung jawab. Misalnya mentaati peraturan sekolah, mengerjakan segala tugas yang diberikan, menjaga kebersihan kelas dan lingkungan sekolah. Sebaliknya siswa bisa pula menuntut haknya berupa kegiatan sekolah atau guru menyediakan fasilitas belajar yang baik. Pemenuhan kebutuhan akan hak-hak dan keinginan-keinginan siswa merupakan faktor penting dalam menghindarkan timbulnya masalah pengelolaan kelas.
c.Sikap Yang Tulus Dari Guru.
Sikap guru memegang peranan penting dalam menciptakan suasana sosio-emosional dalam kelas. peranan guru memiliki pengaruh yang besar terhadap terciptanya kondisi yang optimal dalam kegiatan belajar mengajar. Guru yang bersikap wajar sesuai dengan peranannya sebagai pendidik akan menimbulkan rasa tentram bagi siswa. Sebaliknya guru yang bersikap over-acting, akan menimbulkan rasa antipati siswa. Siswa bukannya kagum, justru mencemoohkannya sehinga iklim belajar mengajar rusak.
d.Menemukan Dan Mengenal Alternatif Pengelolaan.
Seorang guru harus mengidentifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku siswa. Guru harus mengidentifikasikan jenis tingkah laku siswa, seperti tingkah laku yang dibuat untuk menarik perhatian guru dan teman-temannya. Untuk dapat mengatasi penyimpangan seorang guru harus berusaha untuk mempergunakan pendekatan pengelolaan kelas yang dianggap tepat atau menggantinya dengan pendekatan lain yang lebih tepat. Dalam hal ini guru sangat dituntut kreatifitasnya dalam menemukan berbagai pendekatan pengelolaan kelas yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Oleh karena itu, seorang guru diharapkan untuk dapat mempelajari pengalaman orang lain, baik yang gagal maupun yang berhasil, Sehingga memiliki alternatif yang bervariasi dalam menghadapi berbagai masalah dalam mengelola kelas.
e.Membuat Kontrak Sosial.
Kontrak sosial adalah peraturan tata tertib beserta sangsinya yang mengatur kehidupan di kelas dan sekolah. Kontrak sosial ini merupakan kunci standar tingkah laku yang semestinya dilaksanakan dan memberikan gambaran tentang keadaan sekolah termasuk fasilitas untuk memenuhi kebutuhan siswa. Dalam situasi persekolahan seorang siswa yang masuk dalam suatu sekolah telah secara inklusif menyetujui dan menerima setiap peraturan sekolah.

2.Pengelolaan Kelas Yang Bersifat Kuratif
Maksud dari pengelolaan kelas yang bersifat kuratif ialah tindakan pengelolaan untuk memperbaiki hal-hal yang kurang baik atau tidak menunjang terhadap optimasi proses belajar mengajar. Tindakan yang tepat dan segera sangat diperlukan pada saat terjadi masalah yang menghambat atau menggangu iklim belajar. Guru pada saat itu dituntut untuk segera berbuat sesuatu untuk menghentikan perbuatan siswa secepat dan setepat mungkin.
Kegiatan ini juga bertujuan untuk memonitor efektifitas kontrak sosial. Untuk melakukan kegiatan yang sifatnya kuratif, ada beberapa hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru diantaranya :
a.Lakukan Tindakan Dan Tidak Cukup Dengan Berbicara.
Bila seorang siswa melakukan tindakan yang dapat menggangu kelas, maka seorang guru harus mengambil tindakan untuk menghentikan secara tepat dan cepat. Membentak atau memberikan ceramah tentang kesalahan yang dibuat, akan membuat siswa malah menjadi bingung. Pesan-pesan nonverbal atau "body language" baik berupa isyarat tangan, bahu, kepala, alis dan sebagainya dapat membantu guru dalam pengelolaan kelas.
b.Laksanakan Kontrol Terhadap Peraturan
Pendekatan dengan siswa sangat diperlukan karena kalau mereka merasa dekat dengan guru akan memperkecil kesempatan mereka untuk berbuat "nakal" dan melanggar tata tertib sekolah. Bila ada siswa yang melanggar peraturan, nyatakan kembali peraturan apa yang dilanggar dan konsekuensinya. Kemudian lakukanlah tindakan dengan tegas dan berwibawa. Hindarkan hal-hal yang menyebabkan siswa mendapat malu di depan teman-temannya. pernyatanperaturan dan konsekuensi dari pelanggaran harus didengar oleh teman-temannya.
c.Pembinaan Kontrak Sosial
Kontrak sosial yang telah ditetapkan oleh sekolah harus ditaati oleh setiap siswa walaupun sering kali tidak bisa diterapkan dengan lancar. Misalnya siswa melanggar sebagian besar peraturan sekolah tetapi dia tidak mau menerima sangsi atas perbuatannya.

Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas

Masalah pengelolaan kelas bukanlah tugas yang ringan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kerumitan dalam pengelolaan kelas diantaranya : faktor intern siswa dan faktor ekstern siswa. Faktor intern siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Sedangkan faktor ekstern siswa terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokkan siswa, jumlah siswa di kelas dan sebagainya.
Dalam memperkecil terjadinya masalah gangguan dalam pengelolaan kelas, maka prinsip-prinsip pengelolaan kelas dapat dipergunakan. Oleh karena itu, sebagai guru kita harus mengetahui dan menguasai prinsip-prinsip pengelolaan kelas yang akan diuraikan sebagai berikut :
1.Hangat dan antusias
Hangat dan antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukan antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
2.Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
3.Bervariasi
Penggunaan alat atau media, atau alat bantu, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian anak didik. Apalagi bila penggunaannya bervariasi sesuai dengan kebutuhan sesaat. Kevariasian merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.
4.Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didik serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.
5.Penekanan pada hal-hal yang positif
Pada dasarnya, dalam mengajar dan mendidk, guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian anak didik pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif, dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
6.Penanaman disiplin diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengenai pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal.

Pendekatan Dalam Pengelolaan Kelas

Berbagai teknik dapat digunakan oleh guru untuk mengelola kelas, baik untuk menanggulangi maupun mencegah timbulnya tingkah laku siswa yang menggangu jalannya kegiatan belajar mengajar. teknik-teknik tersebut misalnya pujian, aturan, larangan, peringatan, hukuman dan sebagainya.
Pengelolaan kelas yang dilakukan guru adalah untuk meningkatkan kegairahan belajar anak didik baik secara berkelompok maupun secara individual. Adanya hubungan yang harmonis antara guru dengan anak didik, dan tingginya kerjasama di antara anak didik tersimpul dalam bentuk interaksi. Lahirnya interaksi yang optimal tentu saja bergantung dari pendekatan yang guru lakukan dalam pengelolaan kelas. Pendekatan dalam pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai pertimbangan yang mendasar dan komprehensif yang melatarbelakangi penggunaan teknik-teknik tertentu dalam pengelolaan kelas.
Pengelolaan kelas dapat didekati dari berbagai bidang pengetahuan, tetapi pada umumnya didekati dari bidang pengetahuan psikologi, sosiologi, dinamika kelompok, dan manajemen. Pendekatan psikologis pun masih dapat dipilah-pilah lagi, misalnya psikologi Behavioristik, psikologi Humanistik, psikologi Sosial dan psikologi Komunikasi.

Berbagai pendekatan yang akan kami uraikan diantaranya :
1.Pendekatan Kekuasaan (Otoriter)
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peranan guru di sini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Siswa harus duduk dengan tertib, tenang, dan terus menerus memperhatikan guru. Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk mentaatinya. Didalamnya ada "kekuasaan" dalam norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itulah guru mendekati. Dan dengan bertindak dengan kekuasaan siswa mudah diatur dan wibawa guru dapat ditegakkan sehingga kelas bisa dikelola dengan mudah.

2.Pendekatan Ancaman
Dari pendekatan ancaman atau intimidasi ini, pengelolaan kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan dengan cara memberikan ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa.

3.Pendekatan Pembebasan
Diartikan sebagai suatu proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan di mana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak didik.

4.Pendekatan Resep
Dilakukan dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanya mengikuti petunjuk seperti tertulis dalam resep.

5.Pendekatan Pengajaran
Pendekatan ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah tingkah laku anak didik, dan memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.

6.Pendekatan Perubahan Tingkah Laku (Behavior Modification)
Pengelolaan kelas diartikan sebagi suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan ini bertolak dari pandangan Psikologi Behavioral yang mengemukakan asumsi bahwa :
1)Semua tingkah laku yang baik dan yang kurang baik merupakan hasil proses Belajar.
2)Ada dua proses psikologi yang dapat digunakan untuk menjelaskan terjadinya proses belajar yaitu penguatan positif (positive reinforcement), penguatan negatif (negative reinforcement).
untuk membina tingkah laku yang dikehendaki, guru harus memberikan penguatan positif berupa ganjaran, atau mengurangi penguatan negatif yaitu menghilangkan hukuman. Sedangkan untuk mengurangi tingkah laku yang tidak dikehendaki, guru dapat menggunakan penguatan negatif berupa hukuman/sangsi.

7.Pendekatan Suasana Emosi dan Hubungan Sosial
Pendekatan ini cenderung pada pandangan Psikologis Klinis dan Konseling (penyuluhan). Menurut pendekatan ini pengelolaan kelas merupakan suatu proses menciptakan iklim atau suasana emosional dan hubungan sosial yang positif dalam kelas. Artinya ada hubungan yang baik (positif) antara guru dengan anak didik, atau antara anak didik dengan anak didik. Di sini guru adalah kunci terhadap pembentukkan hubungan pribadi yang sehat. Untuk itu terdapat dua asumsi yang dipergunakan dalam pengelolaan kelas sebagai berikut:
1)Proses belajar efektif memerlukan suatu iklim sosio-emosional yang baik, dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
2)Guru menduduki posisi terpenting bagi terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik dalam usahanya melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Guru harus didorong menjadi pelaksana yang berinisiatif dan kreatif serta selalu terbuka pada kritik dengan sikap tulus dihadapan siswa. Di samping itu guru harus memiliki kemampuan dalam melakukan komunikasi yang efektif dengan siswa, sehingga mampu dan bersedia mendengarkan pendapat, saran, gagasan dan lain-lain dari siswa.

8.Pendekatan Proses Kelompok (Group Process)
Diartikan sebagai suatu proses menciptakan kelas sebagai suatu sistem sosial, di mana proses kelompok merupakan yang paling utama. Peranan guru adalah mengusahakan agar perkembangan dan pelaksanaan proses kelompok itu efektif. Proses kelompok adalah usaha guru mengelompokkan anak didik ke dalam beberapa kelompok dengan berbagai pertimbangan individual sehingga tercipta kelas yang bergairah dalam belajar. Pendekatan ini berdasarkan pada psikologi sosial dan dinamika kelompok dengan asumsi yaitu :
a.Pengalaman belajar berlangsung dalam konteks kelompok sosial.
b.Tugas utama guru adalah menciptakan dan memelihara iklim belajar untuk membina kelompok yang produktif dan efektif.
Menurut Schmuck unsur-unsur penciptaan iklim belajar dalam rangka pendekatan proses kelompok adalah dengan adanya :
1)Timbal balik antara tingkah laku guru-siswa dan siswa-siswa.
2)Kepemimpinan yang mengarah pada kegiatan kelompok ke arah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
3)Pola persahabatan antara anggota kelompok.
4)Norma kelompok yang produktif.
5)Kekompakkan anggota terhadap kelompok secara keseluruhan.
9.Pendekatan Electis atau Pluralistik
Pendekatan ini menekankan pada potensialitas, kreativitas dan inisiatif wali atau guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan berdasarkan situasi yang dihadapi. Pendekatan elactis disebut juga pendekatan pluralistik, yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi yang memungkinkan proses belajar mengajar berjalan efektif dan efesien.

Kamis, 04 Maret 2010

KETERAMPILAN BERPIKIR ANAK

Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Akan tetapi pikiran manusia walaupun tidak bias dipisahkan dari aktivitas kerja otak lebih dari sekedar kerja organ tubuh yang disebut otak. Kegiatan berpikir juga melibatkan seluruh pribadi manusia dan juga melibatkan peraaan dan kehendak manusia . Memikirkan sesuatu berarti mengarahkan diri pada objek terentu, menyadari kehadirannya seraya secara aktif menghadirkannya dalam pikiran kemudian mempuyai gagasan atau wawasan tentang objek tersebut.
Pendapat umum menyatakan bahwa keterampilan berpikir yang efektif merupakan suatu karakteristik yang dianggap penting oleh sekolah pada setiap jenjangnya, meskipun keterampilan berpikir seperti ini jarang diajarkan oleh guru di kelas. Mengajarkan keterampilan berpikir secara eksplisit dan memadukannya dengan materi pembelajaran (kurikulum) dapat membantu para siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif secara efektif. Artikel ini mencoba menjabarkan definisi keterampilan berpikir, menjelaskan bagaimana seharusnya keterampilan berpikir tersebut diajarkan di sekolah, dan menunjukkan bagaimana keterampilan berpikir tersebut diterapkan pada pembelajaran di sekolah.
Seperti dikemukakan oleh Charles S. Pierce, dalam berpikir ada dinamika gerak dari adanya gangguan suatu keraguan atas kepercayaan atau keyakinan yang selama inui dipegang, lalu terangsang untuk melakukan penyelidikan, kemudiana diakhiri dalam pencapaian suatu keyakinan baru.
Dalam upaya untuk mengenal benar-benar objek semacam itu, seseoang harus dengan rajin memperhatikan semua seginya, menganalisis objek tersebut dari berbagai pendirian yang berbeda. Kesemuanya ini adalah berpikir.
Perbedaan dalam cara berpikir dan memecahkan makalah merupakan hal nyata dan penting. Perbedaan dari mungkin sebagian disebabkan oleh faktor pembawaan sejak lahir dan sebagian lagi berhubungan dengan taraf kecerdasan seseorang.
Ada yang berpendapat bahwa berpikir adalah :
1. Berpikir adalah aktifitas
2. Aktifitas bersifat idiasional

Pieget menciptakan teori bahwa cara berpikir logis berkembang secara bertahap, kira-kira pada usia dua tahun dan pada sekitar tujuh tahun, ia menunjukan bahwa anak-anak tidak seperti bejana yang menunggu untuk diisi penuh dengan pengetahuan. Mereka secara aktif membangun pemahamannya akan dunia dengan cara berinteraksi dengan dunia. Pada beberapa periode yang berbeda dari perkembangan mereka, anak- anak mampu melakukan berbagai jenis interaksi yang berbeda, dan sampai pada berbaai pemahaman yang berbeda. Periode sebelum sekitar usia dua tahun disebut periode sensori-motor, usia dua sampai tujuh tahun periode pra-operasional
Ide mengenai perkembangan ini memberikan suatu cara pemikiran tentang adanya gaya-gaya berpikir pada manusia. Misalnya mungkin jenis pekerjaan atau pendidikan tertentu memberikan dorongan kea rah berpikir yang lebih teliti dan lebih mahir dalam segi pengkhayalan. Sedangkan yang lain dalam segi wujud dan yang lainnya lagi dalam segi symbol. Seorang ahli matematika atau seorang angkuntan tidak akan bias bekerja terlalu jauh, kecuali apabila ia dapat mempergunakan symbol-simbol abstrak dengan baik. Namun seorang pelukis atau juru potret aau musikus-musikus tertentu mungkin mengembangkan derajat keahlian yang lebih tinggi dalam gaya berpikir secara wujud. Dan seorang ballerina atau seorang ahli mesin yang baik mungkin mengembangkan “pembendaharaan kata” tentang penghayatan, mengembangkan kemampuan untuk erasakan perbedaan-perbedaan yang sangat kecil, yang kebanyakan orang mungkin sama sekali tidak memilikinya. Namun tampak ada dimensi lain yang sangat tersendiri dalam persoalan tersebut. Tak hanya sebagian orang yang lebih mahir ketimbang orang lain dalam mempergunakan wujud atau perasaan-perasaan perabaan, tetapi ada juga sebagia orang yang berpikir jauh lebih analitik ketimbag orang-orang lain.
Berpkir itu, seperti kata ahli piker tampaknya mudah saja sejak kecil semua orang biasa melakukan. Namun apabila diselidiki lebih lanjut dan terutama bila dipraktikan, ternyata banyak mengandung kesulitan.

Selasa, 02 Maret 2010

PENGELOLAAN KELAS

A.Pengertian
Pengelolaan kelas adalah segala kegiatan yang ditujukan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi optimal saat terjadinya proses belajar mengajar, yang meliputi pengaturan siswa dan lingkungan belajar (fasilitas). Kondisi optimal yang harus diciptakan dan dipertahankan itu dimaksudkan agar kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan terjadi secara efektif dan efesien. Dalam kegiatan pengelolaan kelas, ketika kelas terganggu, guru harus dapat menciptakan dan berusaha mengembangkan-nya agar tidak menjadi penghalang bagi proses belajar mengajar.
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Istilah lain dari kata pengelolaan adalah "manajemen". Manajemen berarti ketatalaksanaan, tata pimpin, pengelolaan. Manajemen atau pengelolaan menurut Suharsimi Arikunto adalah pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu kegiatan.
Sedangkan pengertian kelas diantaranya menurut :

1.Oemar Hamalik adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru.
2.Suharsimi Arikunto yaitu sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama. kemudian dipertegas bahwa kelas yang dimaksud di sini adalah kelas dengan sistem pengajaran klasikal dalam pengajaran secara tradisional.
3.Hadari Nawawi, memandang pengertian kelas dari dua sudut, yaitu :
a.Kelas dalam arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar.
b.Kelas dalam arti luas adalah, suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai tujuan.

Dari uraian di atas dapatlah dipahami bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dengan sengaja dilakukan guna mencapai tujuan pengajaran. Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian pengelolaan kelas diantaranya :
1)Di tinjau dari paham lama yaitu mempertahankan ketertiban kelas.
2)Di tinjau dari paham baru yaitu diantaranya menurut :

a)Made Pidarta dengan mengutip pendapat Lois V. Jonshon dan Mary A. Bany, bahwa
pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas.
b)Sudirman N. dkk, bahwa pengelolaan kelas adalah upaya mendayagunakan potensi kelas.
c)Hadari Nawawi mengatakan bahwa pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah hingga waktu dan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efesien untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid.
d)Suharsimi Arikunto juga berpendapat bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau membantu dengan maksud agar tercapai kondisi optimal sehingga terlaksana kegiatan belajar.

B.Aspek Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas dapat berarti segala tindakan guru, berupa kepemimpinan, penugasan dan ketatalaksanaan dalam praktek penyelenggaraan kelas. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan di dalam mengelola kelas, kalau aspek-aspek ini tidak mendapat perhatian, kemungkinan sistem pengelolaan kelas tersebut tidak akan tercapai tujuannya, sehingga proses pendidikan di kelas itu tidak akan berhasil. Atau tidak berjalan sama sekali, bahkan mungkin pula terjadi suatu sistem intruksional yang tidak dikehendaki.

Berdasarkan beberapa studi tentang masalah pengelolaan untuk kepentingan teori dan praktek kependidikan, maka beberapa aspek pengelolaan kelas yang perlu diperhatikan:
1.Perencanaan Instruksional.
2.Pengorganisasian Belajar.
3.Pembinaan Siswa.
4.Supervisi.
5.Evaluasi.

Perencanaan instruksional dimaksudkan sebagai media untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan organisasi belajar mengarah pada kegiatan-kegiatan guru dan siswa dalam pelaksanaan pengajaran.

Pengorganisasian belajar merupakan usaha guru dalam menciptakan wadah dan fasilitas atau lingkungan belajar yang serasi, sesuai dengan kebutuhan dan menunjang terciptanya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
Pembinaan siswa merupakan usaha untuk membangkitkan dan mengarahkan motivasi belajar siswa.
Supervisi adalah usaha guru dalam mengamati, membantu, menugaskan dan mrengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan perencanaan instruksional yang telah di susun sebelumnya.

Sedangkan evaluasi ditujukan terhadap keempat aspek yang telah disebut terdahulu, yaitu pelaksanaan kegiatan belajar dan hasil belajar siswa. Hasil evaluasi ini digunakan sebagai umpan balik untuk meninjau kembali segala perencanaan dan kegiatan yang telah dilaksanakan agar kekurangan yang ada dapat diperbaiki dan hal-hal yang sudah memadai bisa dipertahankan sehingga kegiatan belajar selanjutnya bisa lebih baik lagi.

C.Tujuan Pengelolaan Kelas
Tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan. Secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah untuk menyediakan fasilitas belajar bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas.

Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efesien. Menurutnya , sebagai indikator dari sebuah kelas yang tertib adalah apabila:
1.Setiap anak terus bekerja, tidak macet, artinya tidak ada anak yang berhenti karena tidak tahu ada tugas yang dilakukan atau tidak dapat menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya.
2.Setiap anak terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu, artinya setiap anak akan bekerja secepatnya supaya lekas menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya.

Berdasarkan tujuan umum tersebut kami perinci lebih lanjut dalam bentuk yang sifatnya lebih khusus, maka tujuan pengelolaan kelas diantaranya :
a.Menyediakan kondisi yang memungkinkan para siswa bekerja dan belajar.
b.Menciptakan suasana sosial tempat setiap individu dapat memperoleh kepuasan di dalam kehidupan kelompok (kelas).
c.Memelihara kondisi-kondisi yang menjamin adanya kelakuan yang baik dikalangan siswa.
d.Mengembangkan kemampuan untuk menggunakan alat-alat belajar.
e.Membantu pertumbuhan dan perkembangan setiap siswa secara optimal dalam segi intelektual sesuai dengan potensi yang dimiliki.
f.Membantu setiap siswa untuk mencapai kematangan emosional.
g.Membina moral setiap siswa.
h.Membantu setiap siswa dalam mencapai hasil yang diharapkan secara maksimal seperti minat, motivasi dan sikap.

Rabu, 17 Februari 2010

Pendidikan bangsa ini

Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan - Red), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.

Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya.

Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan seperti semangat, suka dan lain-lain. Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah membebaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia. Ini menunjukan bahwa para pakar pun menilai bahwa pendidikan tidak hanya sekedar memperhatikan aspek kognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas.

Bagaimana dengan pendidikan di Indonesia?
Apakah pendidikan di Indonesia memperhatikan permasalahan detail seperti ini? Inilah salah satu kesalahan terbesar metode pendidikan yang dikembangkan di Indonesia. Pendidikan kita sangat tidak memperhatikan aspek afektif (merasa), sehingga kita hanya tercetak sebagai generasi-generasi yang pintar tapi tidak memiliki karakter-karakter yang dibutuhkan oleh bangsa ini. Sudah 45 tahun Indonesia merdeka, dan setiap tahunnya keluar ribuan hingga jutaan kaum intelektual. Tapi tak kuasa mengubah nasib bangsa ini. Maka pasti ada yang salah dengan sistem pendidikan yang kita kembangkan hingga saat ini.

Kesalahan kedua, sistem pendidikan yang top-down atau dari atas kebawah. Freire menyebutnya dengan banking-system. Dalam artian peserta didik dianggap sebagai safe-deposit-box dimana guru mentransfer bahan ajar kepada peserta didik. Dan sewaktu-waktu jika itu diperlukan maka akan diambil dan dipergunakan. Jadi peserta didik hanya menampung apa yang disampaikan guru tanpa mencoba untuk berpikir lebih jauh tentang apa yang diterimanya, atau minimal terjadi proses seleksi kritis tentang bahan ajar yang ia terima. Dalam istilah bahasa arab pendidikan seperti ini dikatakan sebagai taqlid. Artinya menerima atau mengikuti apa saja yang dikatakan oleh para pendidik. Dan ini tidak sejalan dengan substansi pendidikan yang membebaskan manusia (Ki Hajar Dewantara).

Kesalahan ketiga, Saat ini terjadi penyempitan makna dari pendidikan itu sendiri ketika istilah-istilah industri mulai meracuni istilah istilah pendidikan. Di tandai dengan bergantinya manusia menjadi Sumber Daya Manusia (SDM).

Sabtu, 13 Februari 2010

MENJADI MUSLIM PRODUKTIF

Sesungguhnya allah telah menciptakan tanganmu untuk bekerja, jika kamu tidak mendapati satu pekerjaan untuk urusan ketaatan, maka ia akan mencari beberapa pekerjaan untuk urusan maksiat
Produktifitas adalah kemampuan menghasilkan produk yang bermanfaat bagi diri sediri maupun orang lain. Rasul ditanya siapa mu`min yang paling baik, beliau menjawab: “Yang paling bermanfaat bagi orang lain dan sekitarnya.”
Produktifitas hanya dapat dicapai dengan melakukan proses kerja dan usaha. Dan proses kerja adalah melakukan suatu amal dan menghasilkan yang bermanfaat bagi dirinya, orang lain, agama dan bangsa. Allah SWT membalas orang ysng bekerja demi menghidupi dirinya, keluarganya bahkan kesejahteraan masyarakat dengan pahala yang sama seperti orang yang beribadah, dan dimata allah jauh lebih baik dari seorang abid yang tidak bekerja. Nabi SAW bersabda : “orang yang bekerja keras demi keluarganya adalah seperti orang yang berjuang dijalan allah Azza wajalla.” [ Hr. Thabrani, Baihaqi dan Ahmad ]
Dalam surat Al-Mulk ayat 2 menjelaskan tentang pekerjaan yang lebih baik, dalam kehidupan dan kematian. Jadi, hakikat bekerja dunia akhirat adalah menghasilkan dan melakukan pekerjaan yang sebaik-baiknya. Hadist Al-Khatib dari anas :
“Yang terbaik diantara kamu bukanlah orang yang meninggalkan akhirat demi dunianya. Dan yang meninggalkan dunianya demi akhiratnya, dan dia tidak menyusahkan orang lain.”
Syarat-syarat produktifaitas diantaranya:
1.Setiap muslim hendaknya selalu meningkatkan kualitas dirinya.
Belajar adalah aktifitas tanpa henti dan sebagai sarana dalam meningkatkan kualitas diri yang membentuk manusia menjadi lebih dewasa dan berkualitas. Produktifitas sejalan dengan kualitas yang berarti memiliki kemampuan, ada 3 hal yang berkaitan dengan kemampuan yaitu:
Pengetahuan [knowledge]
Sikap [attidute]
Keterampilan [skill]
2.Sikap muslim hendaknya me-menej waktu dengan baik.
As-Syahid Hasan Al-Banna menyatakan : “Waktu adalah kehidupan”.
Hasan Al-Bashri menasehati: “Sesungguhnya kamu adalah himpunan hari-hari, setiap hari milikmu pergi, berarti pergilah sebagian darimu.”
3.Bertawakal hanya pada allah SWT.
Konsep tawakal dapat memberikan dorongan kepada manusia untuk lebih bersungguh-sungguh dalam berkiprah dan bekerja seraya mengharapkan hasil yang penuh dari usaha yang dia berkorban. Rasul SAW bersabda : “upayakan dahulu masalah, lalu bertawakallah”. [HR. Tarmidzi]
4.Kesucian antara pekerjaan dengan kecenderungan aktualisasi diri.
Pekerjaan yang dicintai lebih efektif dan produktif daripada yanag dipaksakan akan lebih menambah kerja keras karena dia harus melakukan 2 hal yaitu mencoba mencintai pekerjaan tersebut lalu dilaksanakan sendiri.
5.Tidak bekerja dalm kelelahan
Kondisi yang lelah pada seseorang yang aktif akan mengakibatkan kondisi fisik dan pikiran kacau sehingga emosi tidak stabil dan otak mumed. Selain itu, menzolimi diri sendiri yang menyebabkan kejenuhan dan menggagalkan produtifitas. Rasul SAW bersabda: “sesungguhnya pada badanmu terdapat hak-hak yang harus dipenuhi.” [HR. Muslim]
6.Memanfatkan teknologi
Teknologi adalah sarana mengefesienkan dan mengefektifkan usaha dan pekerjaan pun menjadi lebih produktif hemat waktu dan tenaga. Dan teknologi ini adalah hikmah bagi umat islam. [Q.S. At-Taubah : 105]

Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Penyusunan Tes Hasil Belajar

Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut dapat mengukur TIK untuk mata pelajaran yang telah diajarkan atau mengukur kemampuan dan keterampilan peserta didik yang diharapkan, setelah mereka menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu.

1) Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Kejelasan mengenai pengukuran hasil belajar yang dikehendaki akan memudahkan guru dalam menyusun butir-butir soal tes hasil belajar.

2) Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sample yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan sehingga dapat dianggap mewakili seluruh performence yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit pengajaran.

3) Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri. Untuk mengukur hasil belajar yang berupa keterampilan. Misalnya, tidak tepat kalau hanya menggunakan soal-soal yang berbentuk essay tes, yang jawabannya hanya menguraikan dan bukan melakukan atau mempraktekkan sesuatu.

4) Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Desain tes hasil belajar harus disusun relevan dengan kegunaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis tes. Klasifikasi desain test, yaitu:

1. Placement Test

2. Formative Test

3. Summative Test

4. Diagnostic Test

5) Test hasil belajar harus memilki Reliabilits yang dapat diandalkan. Artinya setelah tes hasil belajar itu dilaksanakan berkali-klai terhadap subyek yang sama, hasilnya selalu sama atau relatif sama. Dengan demikian tes hasil belajar itu hendaknya memiliki keajegan hasil pengukuran yang tidak diragukan lagi.

6) Tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.