Download

Rabu, 17 Februari 2010

Pendidikan bangsa ini

Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan - Red), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.

Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya.

Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan seperti semangat, suka dan lain-lain. Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah membebaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia. Ini menunjukan bahwa para pakar pun menilai bahwa pendidikan tidak hanya sekedar memperhatikan aspek kognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas.

Bagaimana dengan pendidikan di Indonesia?
Apakah pendidikan di Indonesia memperhatikan permasalahan detail seperti ini? Inilah salah satu kesalahan terbesar metode pendidikan yang dikembangkan di Indonesia. Pendidikan kita sangat tidak memperhatikan aspek afektif (merasa), sehingga kita hanya tercetak sebagai generasi-generasi yang pintar tapi tidak memiliki karakter-karakter yang dibutuhkan oleh bangsa ini. Sudah 45 tahun Indonesia merdeka, dan setiap tahunnya keluar ribuan hingga jutaan kaum intelektual. Tapi tak kuasa mengubah nasib bangsa ini. Maka pasti ada yang salah dengan sistem pendidikan yang kita kembangkan hingga saat ini.

Kesalahan kedua, sistem pendidikan yang top-down atau dari atas kebawah. Freire menyebutnya dengan banking-system. Dalam artian peserta didik dianggap sebagai safe-deposit-box dimana guru mentransfer bahan ajar kepada peserta didik. Dan sewaktu-waktu jika itu diperlukan maka akan diambil dan dipergunakan. Jadi peserta didik hanya menampung apa yang disampaikan guru tanpa mencoba untuk berpikir lebih jauh tentang apa yang diterimanya, atau minimal terjadi proses seleksi kritis tentang bahan ajar yang ia terima. Dalam istilah bahasa arab pendidikan seperti ini dikatakan sebagai taqlid. Artinya menerima atau mengikuti apa saja yang dikatakan oleh para pendidik. Dan ini tidak sejalan dengan substansi pendidikan yang membebaskan manusia (Ki Hajar Dewantara).

Kesalahan ketiga, Saat ini terjadi penyempitan makna dari pendidikan itu sendiri ketika istilah-istilah industri mulai meracuni istilah istilah pendidikan. Di tandai dengan bergantinya manusia menjadi Sumber Daya Manusia (SDM).

Sabtu, 13 Februari 2010

MENJADI MUSLIM PRODUKTIF

Sesungguhnya allah telah menciptakan tanganmu untuk bekerja, jika kamu tidak mendapati satu pekerjaan untuk urusan ketaatan, maka ia akan mencari beberapa pekerjaan untuk urusan maksiat
Produktifitas adalah kemampuan menghasilkan produk yang bermanfaat bagi diri sediri maupun orang lain. Rasul ditanya siapa mu`min yang paling baik, beliau menjawab: “Yang paling bermanfaat bagi orang lain dan sekitarnya.”
Produktifitas hanya dapat dicapai dengan melakukan proses kerja dan usaha. Dan proses kerja adalah melakukan suatu amal dan menghasilkan yang bermanfaat bagi dirinya, orang lain, agama dan bangsa. Allah SWT membalas orang ysng bekerja demi menghidupi dirinya, keluarganya bahkan kesejahteraan masyarakat dengan pahala yang sama seperti orang yang beribadah, dan dimata allah jauh lebih baik dari seorang abid yang tidak bekerja. Nabi SAW bersabda : “orang yang bekerja keras demi keluarganya adalah seperti orang yang berjuang dijalan allah Azza wajalla.” [ Hr. Thabrani, Baihaqi dan Ahmad ]
Dalam surat Al-Mulk ayat 2 menjelaskan tentang pekerjaan yang lebih baik, dalam kehidupan dan kematian. Jadi, hakikat bekerja dunia akhirat adalah menghasilkan dan melakukan pekerjaan yang sebaik-baiknya. Hadist Al-Khatib dari anas :
“Yang terbaik diantara kamu bukanlah orang yang meninggalkan akhirat demi dunianya. Dan yang meninggalkan dunianya demi akhiratnya, dan dia tidak menyusahkan orang lain.”
Syarat-syarat produktifaitas diantaranya:
1.Setiap muslim hendaknya selalu meningkatkan kualitas dirinya.
Belajar adalah aktifitas tanpa henti dan sebagai sarana dalam meningkatkan kualitas diri yang membentuk manusia menjadi lebih dewasa dan berkualitas. Produktifitas sejalan dengan kualitas yang berarti memiliki kemampuan, ada 3 hal yang berkaitan dengan kemampuan yaitu:
Pengetahuan [knowledge]
Sikap [attidute]
Keterampilan [skill]
2.Sikap muslim hendaknya me-menej waktu dengan baik.
As-Syahid Hasan Al-Banna menyatakan : “Waktu adalah kehidupan”.
Hasan Al-Bashri menasehati: “Sesungguhnya kamu adalah himpunan hari-hari, setiap hari milikmu pergi, berarti pergilah sebagian darimu.”
3.Bertawakal hanya pada allah SWT.
Konsep tawakal dapat memberikan dorongan kepada manusia untuk lebih bersungguh-sungguh dalam berkiprah dan bekerja seraya mengharapkan hasil yang penuh dari usaha yang dia berkorban. Rasul SAW bersabda : “upayakan dahulu masalah, lalu bertawakallah”. [HR. Tarmidzi]
4.Kesucian antara pekerjaan dengan kecenderungan aktualisasi diri.
Pekerjaan yang dicintai lebih efektif dan produktif daripada yanag dipaksakan akan lebih menambah kerja keras karena dia harus melakukan 2 hal yaitu mencoba mencintai pekerjaan tersebut lalu dilaksanakan sendiri.
5.Tidak bekerja dalm kelelahan
Kondisi yang lelah pada seseorang yang aktif akan mengakibatkan kondisi fisik dan pikiran kacau sehingga emosi tidak stabil dan otak mumed. Selain itu, menzolimi diri sendiri yang menyebabkan kejenuhan dan menggagalkan produtifitas. Rasul SAW bersabda: “sesungguhnya pada badanmu terdapat hak-hak yang harus dipenuhi.” [HR. Muslim]
6.Memanfatkan teknologi
Teknologi adalah sarana mengefesienkan dan mengefektifkan usaha dan pekerjaan pun menjadi lebih produktif hemat waktu dan tenaga. Dan teknologi ini adalah hikmah bagi umat islam. [Q.S. At-Taubah : 105]

Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Penyusunan Tes Hasil Belajar

Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut dapat mengukur TIK untuk mata pelajaran yang telah diajarkan atau mengukur kemampuan dan keterampilan peserta didik yang diharapkan, setelah mereka menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu.

1) Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Kejelasan mengenai pengukuran hasil belajar yang dikehendaki akan memudahkan guru dalam menyusun butir-butir soal tes hasil belajar.

2) Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sample yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan sehingga dapat dianggap mewakili seluruh performence yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit pengajaran.

3) Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri. Untuk mengukur hasil belajar yang berupa keterampilan. Misalnya, tidak tepat kalau hanya menggunakan soal-soal yang berbentuk essay tes, yang jawabannya hanya menguraikan dan bukan melakukan atau mempraktekkan sesuatu.

4) Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Desain tes hasil belajar harus disusun relevan dengan kegunaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis tes. Klasifikasi desain test, yaitu:

1. Placement Test

2. Formative Test

3. Summative Test

4. Diagnostic Test

5) Test hasil belajar harus memilki Reliabilits yang dapat diandalkan. Artinya setelah tes hasil belajar itu dilaksanakan berkali-klai terhadap subyek yang sama, hasilnya selalu sama atau relatif sama. Dengan demikian tes hasil belajar itu hendaknya memiliki keajegan hasil pengukuran yang tidak diragukan lagi.

6) Tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.